Syarat bagi Tanggung Jawab Moral dalam Etika Profesi
Dalam membahas prinsip-prinsip etika profesi dan prinsip-prinsip etika
bisnis. Kita telah menyinggung tanggung jawab sebagai salah satu prinsip
etika yang penting. Persoalan pelik yang harus dijawab pada tempat
pertama adalah manakah kondisi bagi adanya tanggung jawab moral. Manakah
kondisi yang relevan yang memungkinkan kita menuntut agar seseoarang
bertanggung jawab atas tindakannya. Ini sangat penting, karena tidak
sering kita menemukan orang yang mengatakan bahwa tindakan itu bukan
tanggung jawabku. Atau, kita pun sering mengatakan bahwa suatu tindakan
sudah berada di luar tanggung jawab seseorang. Lalu, manakah batas,
manakah kondisi atau syarat sah bagi tanggung jawab moral ini?
Paling kurang ada tiga syarat penting bagi tanggung jawab moral.
Pertama, tanggung jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan
dengan sadar dan tahu. Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang
kalau ia bertindak dengan sadar dan tahu mengenai tindakannya itu serta
konsekuensi dari tindakannya. Hanya kalau seseorang bertindak dengan
sadar dan tahu, baru relevan bagi kita untuk menuntut tanggung jawab dan
pertanggungjawaban moral atas tindakakannya itu.
Dengan demikian, syarat pertama bagi tanggung jawab atas suatu tindakan
adalah bahwa tindakan itu dijalankan oleh pribadi yang rasional.
Pribadi yang kemanapun akal budinya sudah matang dan dapat berfungsi
secara normal. Pribadi itu paham betul akan apa yang dilakukannya.
Kedua, tanggung jawab mengandaikan adanya kebebasan pada tempat
pertama. Artinya, tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari
seseorang atas tindakannya, kalau tindakannya itu dilakukannya secara
bebas. Ini berarti orang tersebut melakukan tindakan itu bukan dalam
keadaan terpaksa atau dipaksa. Ia sendiri secara bebas dan suka rela
melakukan tindakan itu. Jadi, kalau seseorang terpaksa atau dipaksa
melakukan suatu tindakan, secara moral ia dituntut bertanggung jawab
atas tindakan itu. Karena itu, tidak relevan bagi kita untuk menuntut
pertanggungjawaban moral atas tindakannya itu. Tindakan tersebut berada
di luar tanggung jawabnya. Hanya orang yang bebas dalam melakukan
sesuatu bisa bertanggung jawab atas tindakaknya.
Ketiga, tanggung jawab mensyaratkan bahwa orang yng melakukan
tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan
bersedia melakukan tindakan itu. Syarat ini terutama relevan dalam
kaitan dengan syarat kedua di atas. Bisa saja seseorang berada dalam
situasi tertentu sedemikian rupa seakan-akan ia terpaksa melakukan suatu
tindakan. Situasi ini terutama terjadi ketika seseorang dihadapkan
hanya pada satu pulihan. Hanya ada satu alternative. Terlihat
seakan-akan di hanya bisa memilih alternative itu. Lain tidak, bahkan
dia tidak bisa memilih alternative tersebut. Dalam keadaan seperti itu,
tampak seolah-olah orang ini memang terpaksa. Itu berarti menurut syarat
kedua di atas, dia tidak bisa bertanggung jawab atas pilihannya karena
tidak bisa lain. Karena itu, tidak relevan untuk menuntut
pertanggungjawaban dari orang itu.
Akan tetapi, kalaupun orang tersebut berada dalam situasi seperti itu,
di mana di tidak bisa berbuat lain dari memilih alternative yang hanya
satu itu, ia masu\ih tetap bisa dituntut untuk bertanggung jawab atas
tindakannya. Ia masih tetapbertanggung jawab atas tindakannya kalau
dalam situasi seperti itu ia sendiri mau (apalagi dengan sadar dan bebas
) memilih alternative yang hanya satu itu dan tidak bisa dielak itu.
Sehubungan dengan tanggung jawab moral, berlakku prinsip yang disebut
the principle of alternate possibilities. Menurut prinsip ini, seseorang
bertanggung jawab secara moral atas tindakannya yang telah dilakukannya
hanya kalau ia bisa bertindak secara lain. Artinya, hanya kalau masih
ada alternative baginya untuk bertindak secara lain, yang tidak lain
berarti ia tidak dalam keadaan terpaksa melakukan tindakan itu.
Menurut Harry Frankfurt, prinsip ini tidak sepenuhnya benar. Sebabnya,
seeseoarang masih bisa tetap bertanggung jawab atas tindakannya kalaupun
ia tidak punya kemungkinan lain untu bertindak secara lain. Artinya,
kalaupun tindakan itu dilakukan di bawah ancaman sekalipun, misalnya,
tapi kalau ia sendiri memang mau melakukan tindakan itu, ia tetap
bertanggung jawab atas tindakannya. Dengan kata lain, prinsip bahwa
seseorang hanya bisa bertangguung jawab secara moral atas tindakan yang
telah dilakukannya kalau ada kemungkinan baginya untuk bertindak secara
lain, tidak sepenuhnya benar. Menurut Frankfurt, prinsipyang benar
adalah bahwa seseorang tidak bertanggung jawab secara moral atas
tindakan yang telah dilakukannya kalau ia melakukannya hanya karena ia
tidak bisa bertindak secara lain. Artinya, tidak ada alasan lain kecuali
bahwa memang ia terpaksa melakukan itu, dan tidak ada alasan lain
selain terpaksa. Namun, selama ia sendiri mau (berarti alasan dari
tindakannya adalah kemauannya sendiri dan bukan keadaan terpaksa
tersebut), ia tetap bertanggung jawab kendati situasinya seolah-olah ia
terpaksa (tidak ada alternative lain).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar